Minggu, 13 Mei 2012

FIBONANCI DALAM BERBAGAI BIDANG


Dalam buku Ten Books on Architecture. Book I. Chapter III , Ten Books on Architecture. Book I. Chapter III, Vitruvius menyatakan “…and beauty, when the appearance of the work is pleasing and in good taste, and when its members are in due proportion according to correct principles of symmetry.” Menurut Vitruvius ada dua hal yang mempengaruhi unsure keindahan yaitu proporsi dan simetri. Hal ini berdasarkan tubuh manusia yang memiliki proporsi yang baik pada setiap anggota  tubuhnya dan juga ada beberapa bagian tubuh yang simetri seperti tangan kanan dan tangan kiri, kaki kanan-kai kiri atau tentang letak mata dan telinga yang simetri dengan garis lurus di bagian tengan tubuh yang mebagi dua tubuh secara seimbang sebagai sumbunya.
Dalam bukunya pula , Vitruvius menjelaskan mengenai proposionalistas dan kesimetrisan setiap anggota tubuh manusia, dia menyatakan di ban on Symmetry: in Temples and in The Human Body “…if we take height of the face itself, the distance of the bottom of the underside proportion, and it was by employing them that the famous painters and sculptors of antiquity attained to great and endless renown. ” (Ten Books in Architecture, page 72). Vitruvius menjelaskan bahwa terdapat rasio disetiap bagian tubuh manusia secara keseluruhan. Pada kesempatan ini saya akan mencoba mencari tau kesimetrisan wajah Yoona SNSD yang notabene dianggap cantik oleh banyak orang terutama pria. Dia juga merupakan salah satu wanita tercantik di Korea.
Saya akan mencoba membuktikan apakah benar semua yang simetri itu indah, bagaimana kalu tidak simetri? apakah tetap indah? selain itu apakah pola golden ratio wajah yang baik atau cantik itu bisa memastikan wajah tersebut cantik? apakah kalau tidak pas dengan pola tersebut, berati orang tersebut tidak cantik?
berikut merupakan hasil analisa yang saya lakukan:


http://geometryarchitecture.files.wordpress.com/2012/04/untitled-22.jpg?w=300&h=185,http://geometryarchitecture.files.wordpress.com/2012/04/untitled-13.jpg?w=236&h=300


Gambar 3. Golden Ratio Wajah Yoona SNSD
Dari hasil analis diatas terlihat bahwa wajah Yoona itu tidak benar-benar simetri, karena apabila benar-benar simetri rasio wajahnya adalah 1. tetapi justru ketika saya menyimetrikan wajahnya baik dari sebelah kanan maupun dari sebelah kiri, malah membuat wajahnya terlihat aneh. ketidaksimetrian ini justru menciptakan sebuah keindahan, namun keindahan memang relatif. kesimetrisan memang menciptakan keindahan bila di arsitektur tetapi tidak pada proporsi manusia. Sedangkan pada gambar ketiga bisa dilihat wajah Yoona setelah diberi pola golden ratio, hampir semua bagian cocok dengan pola tersebut kecuali dibagian mata, matanya lebih sipit dan kecil dibandingkan dengan pola tersebut. mungkin dikarenakan Yoona ini orang Asia yang bermata sipit, dan Golden Ratio tersebut tidak dibuat dengan menyesuaikan proposional wajah Asia yang baik, melainkan untuk orang Eropa ataupun Amerika, menurut pendapat saya. Tetapi hal ini menurut saya tidak menggeser penilaian orang termasuk saya bahwa Yoona SNSD itu cantik, walaupun wajahnya tidak terlalu pas dengan pola golden ratio wajah yang sempurna.
sumber:
Vitruvius. 1960. Ten Books of Architecture
http://www.intmath.com/numbers/math-of-beauty.php

Dalam matematika, dua kuantitas dalam golden ratio yaitu jika rasio antara jumlah dari dua kuantitas tersebut dan kuantitas yang terbesar sama dengan rasio antara kuantitas yang lebih besar dan lebih kecil.
http://geometryarchitecture.files.wordpress.com/2012/04/golden-ratio.jpg
Golden ratio sering dinotasikan dengan huruf Yunani phi (Φ atau φ). Golden section menggambarkan hubungan geometris yang mendefinisikan hubungan konstan ini. Golden ratio merupakan sebuah konstanta matematika yang irasional, sekitar 1,6180339887. Angka tersebut didapat dari deret Fibonacci yaitu sebagai berikut: 0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89, 144.
Sebuah golden rectangle adalah persegi panjang yang sisinya memiliki golden ratio 1: Φ
http://geometryarchitecture.files.wordpress.com/2012/04/golden-rectangle.jpg
Golden spiral di bawah ini dibuat dengan membuat persegi dari dimensi deret Fibonacci. Golden spiral didasarkan pada pola persegi yang dapat dibangun dengan golden rectangle. Jika kita mengambil satu titik dan titik kedua adalah seperempat dari jarak titik pertama, titik kedua lebih panjang Phi kali dari pusat daripada titik pertama ke pusat.


http://geometryarchitecture.files.wordpress.com/2012/04/golden-spiral.jpg?w=300&h=185

Teori klasik seperti yang sudah dipaparkan di atas secara tidak langsung ternyata fit dengan beberapa fenomena seperti pada bangunan arsitektur maupun manusia serta alam ciptaan Tuhan. Lalu bagaimana dengan hasil karya seni lain? Seperti misalnya pada rancangan tas klasik yang sejak pertama kali dirancang hingga sekarang masih diproduksi. Apa yang menyebabkan tas tersebut masih diproduksi? Pastinya karena desainnya yang tidak lekang oleh jaman. Lantas mengapa desain tersebut tidak lekang oleh jaman sehingga tas tersebut masih digemari? Hal ini bisa dikarenakan estetikanya. Salah satu yang mempengaruhi estetika dalam seni adalah proporsi.
Salah satu tas wanita paling ikonik di dunia adalah tas Chanel dimana pegangan tas terbuat dari rantai. Tas Chanel 2.55 masih sebagai tas yang populer hingga kini walaupun diluncurkan sejak awal tahun 1955. Chanel 2.55 rantai tas yang mewakili lambang gaya dan simbol kemapanan tertinggi.
http://geometryarchitecture.files.wordpress.com/2012/04/chanel.jpg?w=300&h=126
Pada gambar di atas ini, ternyata proporsi tas Channel 2.55 sesuai saat saya men-trace dengan golden spiral. Dimensi tas secara keseluruhan fit dengan sisi luar golden spiral, yaitu golden rectangle. Bagian “klep” penutup tas yang berlambang juga fit dengan garis dalam golden spiral (lihat gambar a). Jarak penutup tas dari bagian bawah juga fit dengan garis pada golden spiral.
Tas klasik selanjutnya adalah tas rancangan Louis Vuitton. Pertengahan abad ke-19, Eropa memasuki “era bepergian” dengan munculnya kereta listrik, mobil dan rute kapal laut yang menyeberang sampai Amerika. Louis Vuitton kemudian terinspirasi untuk membuat koper dengan konsep travelling in style, yang dimulai pada tahun 1867. Selain model koper, tas Louis Vuitton lain yang masih diproduksi hingga saat ini dengan model yang sama yaitu LV Speedy Bag.
http://geometryarchitecture.files.wordpress.com/2012/04/lv-1.jpg?w=300&h=107
Pada gambar di atas ini, saat gambar koper di-trace dengan golden spiral, yang benar-benar fit hanya pada bagian sisi luar golden spiral. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi koper, entah dibuat perancangnya membuat secara sadar atau tidak, sesuai dengan proporsi pada golden rectangle. Elemen pada koper yang merupakan bagian detail sebagai penambah fungsi estetis (lihat gambar c), hampir fit  dengan garis di dalam golden spiral (lihat gambar d).
http://geometryarchitecture.files.wordpress.com/2012/04/lv-2.jpg?w=300&h=156
            Pada gambar di atas, proporsi LV Speedy Bag sesuai saat di-trace dengan golden spiral, walaupun juga tidak keseluruhan sesuai. Sisi luar golden spiral, yaitu golden rectangle fit dengan dimensi tas tidak secara keseluruhan yaitu hanya sampai dengan bagian pada pegangan tas (lihat gambar g).  Jarak pegangan tas hampir fit dengan garis dalan golden spiral (lihat gambar f).
http://geometryarchitecture.files.wordpress.com/2012/04/tas-modern.jpg?w=300&h=252
            Pada gambar di atas, terlihat bahwa prinsip golden spiral dan golden rectangle yang berdasar kepada golden ratio dari deret Fibonacci juga ditemui pada tas-tas bermerk yang muncul selanjutnya dan juga menjadi trend. Prinsip proporsi tersebut juga tidak semua benar-benar fit. Beberapa contoh fit secara dimensi keseluruhan yang berdasarkan golden rectangle. Ada juga yang fit di bagian peletakan detail, seperti elemen estetis (corak, dll), pegangan tas dan penutup tas.
            Teori klasik seperti golden ratio, golden rectangle, serta golden spiral ternyata terkandung dalam beberapa karya seni seperti seni merancang tas. Prinsip proporsi yang mengacu pada teori-teori tersebut menghasilkan desain tas yang memiliki nilai estetika tinggi dan tetap long-lasting dan digemari pecinta tas dari masa tas tersebut pertama dibuat hingga saat ini. Berdasarkan pembuktian saya pada gambar tracing golden spiral terhadap tas-tas klasik tersebut seperti Chanel dann LV, secara umum prinsip proporsinya mengikuti teori tersebut, baik mengenai dimensi tas secara keseluruhan ataupun bagian peletakan elemen estetis dan fungsional. Bahkan prinsip klasik ini juga diikuti oleh perancang-perancang tas masa kini. Namun, apakah para desainer pernah mempelajari teori ini secara sadar, ataukah secara tidak sadar mereka belajar dari pengalaman dan menerapkan konsep teori ini ke dalam desain?
Sumber:


Filed under: architecture and other arts — catherineviriya @ 17:09
Tags:
golden section, photography, proportion
            Benarkah dalam Fotografi peranan Golden Section sangat berpengaruh? Apakah dalam melakukan teknik pengabilan gambar harus mengikuti aturan Golden Section baru suatu foto dikatakan proporsional dan memiliki komposisi yang tepat?
            Di bawah ini saya melakukan sedikit analisis terhadap empat buah foto yang merupakan karya dari dua orang fotografer ternama di Indonesia yaitu Jerry Aurum dan Nicoline Patricia Malina dan kaitan foto tersebut terhadap Teori Golden Section.
Image and video hosting by TinyPicImage and video hosting by TinyPicImage and video hosting by TinyPicImage and video hosting by TinyPic
karya Jerry Aurum                                                                                                                            karya Nicoline Patricia
            Dua buah foto di atas yang merupakan contoh pertama ini merupakan hasil karya yang mengikuti kaidah Golden Section, dimana letak objek dititikberatkan pada pusat spiral yang merupakan acuan Golden Section, dari sini terlihat bahwa memang gambar yang mengikuti kaidah ini nampak proporsional dan memiliki nilai estetika yang baik
Image and video hosting by TinyPicImage and video hosting by TinyPicImage and video hosting by TinyPicImage and video hosting by TinyPic
karya Jerry Aurum                                                                                                                            karya Nicoline Patricia
            Kedua foto diatas, masih merupakan karya dari fotografer yang sama dan bila dilihat juga memiliki komposisi yang baik dan proporsional, namun ketika saya memasukkan spiral acuan Golden Section ternyata kedua karya ini tidak mengikuti kaidah tersebut, karena objek yang ada di dalam foto dititikberatkan di tengah bidang foto, bukan pada pusat spiral seperti dua foto yang pertama.
            Dari sini dapat disimpulkan bahwa aturan Golden Section yang berlaku bukanlah sesuatu yang mutlak dan harus diikuti demi mendapatkan hasil yang baik, namun hanya merupakan “garis bantu” untuk menentukan komposisi dan proporsi yang tepat dalam sebuah karya fotografi.
            Geometri merupakan ilmu pengukuran terhadap bumi dan ruangnya. Ketika dipikir-pikir, apakah guna Geometri dalam Arsitektur itu? Mengapa kita perlu mempelajarinya?
            “Architecture has some of the strongest educational ties to geometric organization because of the necessity for order and efficiency in construction, and the desire to create aesthetically pleasing structures” (Kimberly Elam, 2001: 101)
            Elam mengungkapkan bahwa arsitektur mempunyai hubungan erat dengan geometri. Salah satu yang menghubungkan adalah nilai estetika. Hal ini terbukti dari adanya jasa arsitek rumah, arsitek bangunan, dsb. Darimanakah nilai estetis itu diukur? Karya arsitektur dibatasi oleh aturan-aturan geometri yang ada, sehingga bentuk menjadi terikat. Aturan geometri yang paling populer adalah Golden Section.
for without symmetry and proportion, no temple can have a regular plan” (Vitruvius, 1960)
            Vitruvius berkata untuk membuat kuil diperlukan rasio dan proporsi ukuran yang tepat. Sebenarnya hal ini membuat keterbatasan dalam hal desain dan ide bentuk kuil. Apakah geometri seperti ini bukan justru untuk membelenggu kreativitas perancang? Suatu bangunan dikatakan indah jika rasio dan proporsi ukuran sesuai dengan kaidah yang berlaku. Barulah estetik. Dengan aturan seperti itu, para arsitek jaman itu memiliki keterbatasan ide kreatifitas mereka. Yang seharusnya bisa merancang apa, ternyata hanya bisa apa. Namun, hal tersebut yang menjadi patokan keindahan mereka. Yang sesuai proporsi dan rasio, itulah yang indah.
            Namun, akankah semua bangunan diukur secara geometri untuk mendapatkan estetika tersebut? Apakah hal itu berlaku sampai sekarang secara sadar maupun tidak sadar?


            Banyak orang yang mengatakan bahwa kecantikan seseorang itu relatif. Namun manusia selalu ingin mengobjektifkan sesuatu yang dianggap subjektif. Lalu apakah ada kecantikan yang absolut? Apakah ada parameter yang akurat mengenai cantik atau tidaknya seseorang?
Banyak sekali wacana yang membahas mengenai kecantikan dan dikaitkan dengan Golden Ratio atau Golden Section
            Golden Ratio pada wajah dibentuk oleh deret Fibonacci yaitu 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, .. yang dari deret ini diapatkanlah golden ratio / Φ = 1.618 033 …
Dari Φ inilah dapat dibuat proporsi-proporsi untuk tubuh manusia. Sebenarnya golden ratio pada tubuh dan wajah manusia ini sudah ditemukan oleh Leonardo Da Vinci berabad-abad yang lalu. Namun apakah ini menjadi patokan yang absolut untuk menguji kecantikan manusia??
Maka dari golden ratio itu dibentuklah Golden Ratio Mask untuk menguji kecantikan wajah seseorang. Seperti inilah bentuknya..golden ratio maskhollywood
            Mask ini sudah banyak dicobakan ke wajah-wajah manusia di penjuru bumi khususnya di kalangan artis-artis hollywood. Dan ada beberapa artis yang sangat cocok dengan ‘mask’ ini sehingga kecantikannya dianggap absolut. Beberapa diantaranya adalah Angelina Jolie, Jessica Simpson, Tom Cruise, dan lain lain..
Namun ada pula artis-artis hollywood yang tidak cocok dengan ‘mask’ ini seperti Kirsten Dunst, Audrey Hepburn, Olivia Hussey, dan lain-lain, namun tetap saja menurut saya mereka sangat cantik. Lalu apakah golden ratio itu akurat / absolut? Mungkin memang akurat namun tidak untuk mendefinisikan kecantikan. kembali lagi pada teori relativitas dari Bung Einstein..
Saya pun tergoda untuk mencobakan golden ratio masks itu pada beberapa foto orang termasuk foto saya sendiri. Dan beginilah hasilnya…
http://img850.imageshack.us/img850/9189/muka2.jpg
Sekilas memang terlihat bahwa wajah saya secara keseluruhan cocok dengan golden ratio mask ini. Namun jika diperhatikan lebih lanjut, ada bagian-bagian yang tidak cocok seperti pada cuping hidung dan alis mata.
Sumber :
http://www.intmath.com/numbers/math-of-beauty.php
http://vladayvozkjusys.blogspot.com/2011/03/proportions-of-face.html
            Dalam perkuliahan Geometry dan Arsitektur yang membahas tentang Golden Section muncul pertanyaan, apakah mereka (seniman, arsitek) telah mengetahui tentang Golden Section atau memang hanya sebuah kebetulan mereka membuat karya dan ditemukan Golden Section dalam karya mereka?
Atas pertanyaan ini saya membuat eksperimen dalam tugas essay pertama saya, yaitu mencari Golden Section dalam karya fotografi saya. Menariknya memang semua hal berbau “Golden” tersebut ada dalam foto – foto tersebut. Dari hal ini muncul pertanyaan baru dalam diri saya, apakah semua itu memang sebatas kebetulan, atau saya berbakat dalam fotografi sehingga bisa membuat foto seperti itu?
Lalu apakah bakat itu?
            Bakat adalah pola pikir, perasaan atau perilaku alami yang kita miliki.
Merupakan pembawaan sejak lahir. Pengembangan bakat dilakukan dengan pelatihan dalam keseharian.
            Dalam teorinya mengenai multiple inteligences, Howard Gardner mengemukakan ada beragam bakat, yang disebut sebagai kecerdasan.
•Kecerdasan Linguistik
Kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif.
• Kecerdasan Logis-Matematis
Keterampilan mengolah angka dan/atau kemahiran menggunakan logika.
• Kecerdasan Spasial
Kecerdasan gambar dan visualisasi.
• Kecerdasan Kinestetik-Jasmani
Kecerdasan tubuh (atlet, penari, dll) termasuk kecerdasan tangan (montir, penjahit, dll).
• Kecerdasan Musikal
kemampuan menyanyikan sebuah lagu, mengingat melodi musik, mempunyai kepekaan akan irama atau sekedar menikmati music.
• Kecerdasan Antarpribadi Kemampuan memahami dan bekerja dengan oranain.

• Kecerdasan Intrapribadi Kemampuan mengetahui kelebihan dan kekurangan diri
• Kecerdasan Naturaliz Kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam di sekitar.
·         Kecerdasan Moral
·         Kemampuan untuk memiliki nilai-nilai & norma yang ada di masyarakat dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.
            Dalam kehidupan sehari – hari kita sering menemukan orang – orang yang memiliki kecerdasan – kecerdasan tersebut bahkan sebelum mereka mempelajarinya.
            Contoh pertama, kita pasti pernah melihat di televisi seorang anak kecil yang pandai bernyanyi dengan suara indah dan permainan nada yang baik. Padahal orang tuanya berkata bahwa anaknya itu hanya punya kebiasaan menyanyi tanpa pernah mempelajari not balok sekalipun.
            Contoh kedua, kita juga pasti pernah melihat perlombaan menggambar dan mewarnai tingkat Taman Kanak – Kanak (TK). Ketika sang juara telah ditetapkan dan gambarnya diperlihatkan, kita juga akan berpendapat, “wah bagus sekali gambar anak itu, memang sudah bakat”. Mungkin orang yang sudah mempelajari tentang seni bisa mengatakan, pemilihan warnanya baik, komposisi gambar baik, pesan gambar juga tersampaikan. Yang jadi pertanyaan saya, apakah anak TK itu sudah mempelajari cara menggambar yang juga dipelajari oleh mahasiswa jurusan seni tingkat 1? Saya rasa tidak.
            Meski tidak jelas apakah orang – orang seperti Le Corbusier atau Monet pernah mempelajari Golden Section sebelum mereka berkaya, tapi saya rasa mereka juga pasti punya bakat tersebut.
            Dari kejadian – kejadian seperti ini, saya berpendapat bahwa bakat dimiliki oleh setiap orang dan untuk menjadi seorang profesional dalam bidang tertentu pun ada pengaruh dari bakat yang tentunya memang butuh belajar lebih mendalam untuk meningkatkan bakat tersebut menjadi keahlian.
sumber:

Filed under: classical aesthetics — tyahernindyasti @ 00:00
Tags:
golden section
            Kata Golden Section pertama kali saya temui pada saat saya memasuki tahun kedua berkuliah di Departemen Arsitektur Universitas Indonesia yaitu pada mata kuliah Pengantar Arsitektur. Pada saat itu saya dan teman-teman mendapat tugas menganalisis proporsi bagian tubuh dan tumbuhan. Dua tahun berlalu, saya temui lagi istilah ini pada mata kuliah Geometri dan Arsitektur. Cukup linglung rasanya ketika istilah ini muncul dalam mata kuliah ini. Apalagi ketika kami, para peserta mata kuliah ini dimohon untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari mengenai Golden Section. Suasana kelas hening. Tak ada yang dapat menjelaskan. Usut punya usut, rupanya memang kami tidak tahu benar apa itu Golden Section.
            Saya cukup tercengang bahwa ternyata Golden Section itu muncul dalam berbagai objek seperti arsitektur, objek alam, musik, lukisan. Entah kebetulan atau apa. Awalnya saya merasa ini semua rada maksa. Pikiran saya sempat melayang ke film yang diperankan Jim Carrey yang berjudul The Number 23. Dalam film tersebut, tokoh yang dimainkan Jim Carrey selalu terobsesi dengan angka 23. Semua hal dihubungkan dengan angka 23. Itulah kesan awal saya mendapatkan fakta tentang Golden Section. Masa iya sih semua objek di alam ini mengandung Golden Section? Masih terlalu aneh saja bagi saya kalau semua objek di alam ini dijelaskan dengan angka yang (bagi saya) irrasional.
            Perumusan Golden Section berdasarkan deret Fibonacci yang pernah kita pelajari ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Deret Fibonacci

1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89,….
            Dalam deret Fibonacci, penjumlahan dua bilangan berurutan akan menghasilkan bilangan berikutnya.
1+2=3
2+3=5
3 + 5 = 8, begitu seterusnya.
            Perbandingan antara bilangan setelah dengan bilangan sebelum itulah yang menghasilkan phi(Φ) atau Golden Section.
1/1=1
2/1=2
3/2=1.5
5/3=1.666…
8/5=1.6
13/8=1.625
21/13=1.61538…
34/21=1.61905…
55/34=1.61764…
89/55 = 1.61861…
Bila diteruskan akan menghasilkan bilangan yang menarik yaitu
Φ = 1.618 033 988 7…
Inilah Golden Section!
            Dalam mata kuliah ini, kami sempat menyaksikan video mengenai fakta-fakta terdapatnya Golden Section. Ternyata banyak sekali hal yang selalu kembali lagi ke Golden Section. Saya pun melakukan browsing mengenai ini dan kemudian saya menemukan sebuah video menarik dari http://www.youtube.com/watch?v=PjrK96wasDk.
            Dalam video tersebut dijelaskan semua benda di alam ini mengandung phi (Φ). Wajah, kerangka, telapak tangan bahkan hingga sidik jari kita pun mengandung phi (Φ). Golden Section bukanlah suatu kebetulan rupanya. Golden Section ada di setiap bagian hidup kita. Phi (Φ) merupakan sidik jari Tuhan. Bilangan yang irrasional memang. Sulit dijelaskan bukan bahwa ini hanyalah suatu kebetulan? Terlalu banyak fakta yang mengungkapkan hal itu. Piramid di Mesir, Lukisan Monalisa, Kuil Parthenon di Yunani dan masih banyak lainnya. Semua itu tidak mungkin jika bukan karena kuasa Tuhan. Mengutip judul dari video yang saya dapatkan Phi – The Fingerprint of God – 1,618 … Golden Ratio, Fibonacci Numbers, saya sangat setuju bahwa phi (Φ) adalah sidik jari Tuhan. Tuhan meninggalkan angka 1,618 pada setiap bagian hidup kita. Golden Section adalah sidik jari Tuhan.
sumber:
Filed under: classical aesthetics — meitha28 @ 20:51
Tags:
golden section, proportion
            Dalam geometri membahas dengan berbagai macam hal salah satu geometri memang erat kaitannya dengan golden section. Namun tidak hanya membahas apakah geometri itu namun apakah golden section dengan bilangan Fibonacci saling terkait?? Pertama-tama perkenalan akan golden section, apakah golden section? Golden section merupakan salah satu hitungan yang banyak dipakai dalam barbagai hal (pembuatan piramid, struktur wajah manusia, tubuh manusia, struktur keong, alam dll) dengan perhitungan:
Φ = ( 1 + √5)/2
Φ = 1.618…
            Namun apakah bilangan Fibonacci?? Bilangan Fibonacci banyak digunakan sebagai pengaturan lantai dengan kotak berukuran (segi arsitektur) denga latar belakang perhitungan:
0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89, 144, 233, 377, 610, 987, 1597, 2584, 4181, 6765, 10946…
Barisan bilangan Fibonacci dapat dinyatakan sebagai berikut: Fn = (x1^n – x2^n)/ sqrt(5) dengan
·         Fn adalah bilangan Fibonacci ke-n
·         x1 dan x2 adalah penyelesaian persamaan x^2-x-1=0
            Perbandingan antara Fn+1 dengan Fn hampir selalu sama untuk sebarang nilai n dan mulai nilai n tertentu, perbandingan ini nilainya tetap. Perbandingan itu disebut Golden Ratio yang nilainya mendekati 1,618.
            Maka dengan hasil yang hampir sama dengan angka yang mendekati 1,618 maka golden ratio dengan bilangan Fibonacci memiliki benang merah tersendiri yaitu kesamaan hasil dan hitingan walaupun memiliki kegunaan yang berbeda dalam terapannya.
Filed under: classical aesthetics,nature and architecture — tezzanurghina @ 08:13
Tags:
golden section, nature, proportion
            Hampir sepuluh tahun yang lalu, saya menonton sebuah film kartun yang berjudul “Donald in Mathmagic Land”. Maklum, karena sepuluh tahun lalu saya masih duduk di bangku SD, saya kurang memahami isi dari film kartun ini karena menggunakan Bahasa Inggris dan tidak ada subtitle-nya. Apalagi saya tidak tertarik untuk menontonnya karena film kartun ini membahas matematika. Tetapi dari sinilah awal saya mengenal geometri dalam arsitektur, walaupun masih dalam pengertian sederhana.
            Di dalam film ini diceritakan bahwa bentuk-bentuk alam memiliki geometri yang ‘ajaib’. Bintang adalah salah satu bentuk (wujud) yang sangat banyak ditemukan pada alam, misalnya pada bunga, dan beberapa jenis organisme air. Bintang merupakan bentuk geometri yang ‘ajaib’ karena garis-garis penyusun bentuk bintang dapat menghasilkan golden proportion.
Natural forms
            Dari golden proportion, dapat terbentuk golden rectangles, yang bila disusun terus menerus seperti pada ilustrasi berikut akan menghasilkan pola bentuk spiral, seperti pola spiral pada keong.
golden-rectangles
            Kemudian, golden rectangles ini banyak diaplikasikan sebagai suatu kaidah perancangan pada arsitektur klasik. Contohnya pada bangunan Parthenon berikut, yang menggunakan kaidah golden rectangles (atau golden proportions) mulai dari lingkup bangunan secara keseluruhan sampai pada detail terkecilnya. Tidak hanya digunakan pada arsitektur, kaidah tersebut juga banyak diaplikasikan pada karya seni klasik, seperti patung atau lukisan.
parthenon
sculpture-and-paintings
            Manusia banyak terinspirasi dari alam. Manusia cenderung hidup dengan belajar dari alam sekitarnya, mensarikan yang ia pelajari, kemudian mengaplikasikan hasil pembelajarannya tersebut terhadap apa yang ia ciptakan.
.. For Aristotle, imitation (mimesis in Greek) is the natural human ability to envision things as they ought to be, as a modified version of the way they are.. (Crowe:1999)
.. Vitruvius therefore is saying that mimesis is natural to man, that it involves learning from things as they are found to be and then building upon that knowledge to make things “as they ought to be”.. (Crowe:1999)
            Saya melihat ada suatu kesinambungan antara bentuk-bentuk alam, proporsi, dan arsitektur. Menurut saya, pada zaman arsitektur klasik, manusia mempelajari geometri dari bentuk-bentuk alam dan mensarikan pola-pola yang berhasil terungkap. Seperti bentuk bintang tadi yang banyak ditemukan di alam, ternyata menghasilkan golden proportion. Atau tubuh kita sendiri yang ternyata juga mengandung kaidah golden proportion. Dan kaidah tersebut diterapkan pada karya-karya manusia, termasuk arsitektur.
            Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah, bila saat itu manusia memang mempelajari bentuk-bentuk alam, mengapa “rumusan” yang dihasilkan berupa kaidah proporsi yang cenderung terkotak-kotak (ber-grid-grid), dan penuh dengan perhitungan matematis (seperti pada golden proportion atau teori Fibonacci)?
            Eugene Tsui, seorang pengarang buku Evolutionary Architecture (Nature as a Basis for Design), mengatakan …the designation of space is determined by purely responsive and compositional elements, not as a grid-plane layout… (Tsui:1999)
            Ruang merupakan sesuatu yang memiliki variasi bentuk dan pola, dinamis, dapat menekuk, melengkung, dan berliku-liku. Tidak ada order. Bila alam adalah basis untuk merancang, mengapa harus membuatnya terkotak-kotak?
            Nature does not come forth with a predetermined shape (like the box) and then try to negotiate forces acting on that shape. In nature, the shape is determined by the forces act on it. (Tsui:1999)
            Kembali lagi kepada film kartun “Donald in Mathmagic Land” dan perhatikan ilustrasi berikut. Siluet seorang gadis menggambarkan proporsi yang “ideal”, dan Donald digambarkan tidak memiliki postur yang proporsional. Jika siluet gadis saya analogikan sebagai arsitektur klasik yang menerapkan kaidah-kaidah proporsi golden rectangles, dan Donald Duck adalah arsitektur yang tidak memenuhi prinsip golden rectangles. Donald Duck tidak akan ada bila ia tidak menyimpang dari kaidah proporsi golden rectangles. Begitupula dengan arsitektur kontemporer, arsitektur kontemporer tidak ada bila tidak menyimpang dari kaidah proporsi arsitektur klasik. Arsitektur tidak harus memenuhi kaidah proporsi golden rectangles, bukan?
donald-trying-to-be-proportional1
Sumber:
1.VCD Donald in Mathmagic Land by Walt Disney Pictures
2.Evolutionary Architecture by Eugene Tsui
3. Nature and the Idea of a Man-Made World by Norman Crowe.
PENGARUH FIBONANCI DALAM MUSIK KEYBOARD
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8EYT-IdZDbW2423fG5qqUWDicnCXhxLtyXDcWjcYFbCcWQi6WDDAQU_sKVbSUcYa02cimij66J5-bEaJmFH2DAusNTJ78oaTQeCNpKCUhPm3KJJWC3sB6GcGEURtRac5UzvIU8BEkvPo/s1600/7878.jpg

            Angka Fibonacci adalah rangkaian angka yang diperoleh secara berurutan. Misal 0,1,1,2,3,5,8,13,21,34,55,89,144, dan seterusnya. Cara menyusunnya, dimulai dari 0 + 1 = 1, 1 +1 = 2, 2 + 3= 5, 5 + 3 = 8, dan seterusnya. Kalau Anda kerap mengikuti psikotes, nah, biasanya, metode ini kerap dimunculkan.
            Dalam musik, Fibonacci sangat mudah dikenali oleh pianis. Perhatikan angka Fibonacci ini : 1,2,3,5,8,13. Kalau diterjemahkan dalam bahasa musik, angka 13 adalah representasi dari jumlah nada dalam satu skala. Angka 8 menjelaskan jumlah nada dalam satu oktaf. Angka 8 mewakili jumlah nada dalam tangga nada diatonis, sementara angka 5,adalah jumlah nada dalam tangga nada pentatonis. Angka 1 (semi tone) dan 2 (whole tone) adalah nada-nada yang dibutuhkan untuk memainkan tangga nada diatonis.
            Metode Fibonacci ini, bisa juga diaplikasikan sebagai perpindahan kunci. Patokannya : 1 -   2 -  3 -  5 -  8 = C - C# - D - E - G. Ini bisa Anda temukan dalam  "Music for Strings Percussion and Celeste" karya Bella Bartok, yang menggunakan interval 1 : 2 : 3 : 5 : 8 : 5 : 3 : 2 : 1.
Harun Yahya mengatakan, angka Fibonacci memiliki satu sifat menarik. Jika Anda membagi satu angka dalam deret tersebut dengan angka sebelumnya, akan Anda dapatkan sebuah angka hasil pembagian yang besarnya sangat mendekati satu sama lain. Nyatanya, angka ini bernilai tetap setelah angka ke-13 dalam deret tersebut. Angka ini dikenal sebagai "golden ratio" atau "rasio emas", atau kerap dilambangkan dengan Phi (=1,618...)
            Rasio emas, yang kalau diterjemahkan secara bebas berarti, jumlah rasio kuantitas terbesar = jumlah rasio kuantitas terkecil. Bingung? Sama! Tapi ketika diaplikasikan ke musik, segalanya menjadi terang dan tebal.
            Kalau Anda memainkan tangga nada C# (rasio terbesar), maka Anda akan menemukan, notasinya kembar identik dengan tangga nada Db (rasio terkecil). Lambang # (kres) yang diartikan, naik setengah nada, masuk dalam wilayah rasio jumlah kuantitas terbesar. Sementara lambang b (mol), yang turun setengah nada, direpresentasikan sebagai rasio jumlah kuantitas terkecil. Pun halnya dengan Dis = Es, Fis = Ges, Gis = As, Ais = Bes. Inilah yang disebut sebagai rasio emas dalam musik.
            Sementara Mario Livio, dalam "The Golden Ratio : The Story of Phi, The World's Most Astonishing Number", mengatakan, rasio emas tidak hanya laku keras di dunia matematika, tapi juga dikonsumsi oleh biologis, sejarawan, arsitek, psikolog, musisi, termasuk penggiat ilmu nujum. Singkatnya, rasio emas, menginspirasi semua disiplin ilmu. Anda yang kebetulan terdaftar sebagai musisi klasik, pasti tidak asing dengan karya Bella Bartok yang disebut di awal-awal paragraf. Dalam komposisinya, Anda akan menemukan adanya perpindahan kunci mengikuti pola Fibonacci. Wajar saja, sebab Bartok sudah melakukan analisa angka-angka Fibonacci ini, dan dipraktekkan dalam karyanya. Termasuk juga Chopin, yang mengenalkan nada-nada mahal "Nocturne", juga mendasarkan karyanya pada angka Fibonacci.
            Musisi metal pun ternyata melakukan hal yang sama. Tool, grup band yang kerap diasosiakan sebagai band yang kental dengan nada 'nylekit' dan tempo yang nggantung ini, sudah melakukannya di "Lateralus". Termasuk juga "In Rainbows" milik Radiohead.
Singkatnya, masih ada banyak kemungkinan yang bisa Anda gali dari soal hitung menghitung ini. Siapa tahu, usai membaca artikel ini, Anda yang menobatkan diri sebagai 'ksatria gitar berhitung', tidak ada salahnya mengutak-atik rumus volume kubus, atau malah mencatatkan diri sebagai salah satu musisi 'Fibonacci'. Seperti yang diungkapkan Tom Yhorke “If you're really, really, really, really stuck for something to do, you could always read up about that theory [golden ratio].
           



[1] http://geometryarchitecture.wordpress.com/tag/golden-section/. Diunduh pada hari Selasa 01 Mei 2012. Pada pukul 11:30 W.I.B