Dalam buku Ten Books on Architecture. Book I.
Chapter III , Ten Books on Architecture. Book I. Chapter III, Vitruvius
menyatakan “…and beauty, when the appearance of the work is pleasing and in
good taste, and when its members are in due proportion according to correct
principles of symmetry.” Menurut Vitruvius ada dua hal yang mempengaruhi
unsure keindahan yaitu proporsi dan simetri. Hal ini berdasarkan tubuh manusia
yang memiliki proporsi yang baik pada setiap anggota tubuhnya dan juga
ada beberapa bagian tubuh yang simetri seperti tangan kanan dan tangan kiri,
kaki kanan-kai kiri atau tentang letak mata dan telinga yang simetri dengan
garis lurus di bagian tengan tubuh yang mebagi dua tubuh secara seimbang
sebagai sumbunya.
Dalam bukunya pula , Vitruvius menjelaskan mengenai proposionalistas
dan kesimetrisan setiap anggota tubuh manusia, dia menyatakan di ban on
Symmetry: in Temples and in The Human Body “…if we take height of the
face itself, the distance of the bottom of the underside proportion, and it was
by employing them that the famous painters and sculptors of antiquity attained
to great and endless renown. ” (Ten Books in Architecture, page 72). Vitruvius
menjelaskan bahwa terdapat rasio disetiap bagian tubuh manusia secara
keseluruhan. Pada kesempatan ini saya akan mencoba mencari tau kesimetrisan
wajah Yoona SNSD yang notabene dianggap cantik oleh banyak orang terutama pria.
Dia juga merupakan salah satu wanita tercantik di Korea.
Saya akan mencoba membuktikan apakah benar semua yang
simetri itu indah, bagaimana kalu tidak simetri? apakah tetap indah? selain itu
apakah pola golden ratio wajah yang baik atau cantik itu bisa memastikan wajah
tersebut cantik? apakah kalau tidak pas dengan pola tersebut, berati orang
tersebut tidak cantik?
berikut
merupakan hasil analisa yang saya lakukan:
Gambar
3. Golden Ratio Wajah Yoona SNSD
Dari hasil analis diatas terlihat bahwa wajah Yoona itu
tidak benar-benar simetri, karena apabila benar-benar simetri rasio wajahnya
adalah 1. tetapi justru ketika saya menyimetrikan wajahnya baik dari sebelah
kanan maupun dari sebelah kiri, malah membuat wajahnya terlihat aneh.
ketidaksimetrian ini justru menciptakan sebuah keindahan, namun keindahan
memang relatif. kesimetrisan memang menciptakan keindahan bila di arsitektur
tetapi tidak pada proporsi manusia. Sedangkan pada gambar ketiga bisa dilihat
wajah Yoona setelah diberi pola golden ratio, hampir semua bagian cocok dengan
pola tersebut kecuali dibagian mata, matanya lebih sipit dan kecil dibandingkan
dengan pola tersebut. mungkin dikarenakan Yoona ini orang Asia yang bermata
sipit, dan Golden Ratio tersebut tidak dibuat dengan menyesuaikan proposional
wajah Asia yang baik, melainkan untuk orang Eropa ataupun Amerika, menurut
pendapat saya. Tetapi hal ini menurut saya tidak menggeser penilaian orang
termasuk saya bahwa Yoona SNSD itu cantik, walaupun wajahnya tidak terlalu pas
dengan pola golden ratio wajah yang sempurna.
sumber:
Vitruvius.
1960. Ten Books of Architecture
http://www.intmath.com/numbers/math-of-beauty.php
Dalam matematika, dua kuantitas dalam golden ratio
yaitu jika rasio antara jumlah dari dua kuantitas tersebut dan kuantitas yang
terbesar sama dengan rasio antara kuantitas yang lebih besar dan lebih kecil.
Golden ratio sering dinotasikan dengan huruf
Yunani phi (Φ atau φ). Golden section menggambarkan hubungan geometris
yang mendefinisikan hubungan konstan ini. Golden ratio merupakan sebuah
konstanta matematika yang irasional, sekitar 1,6180339887. Angka tersebut
didapat dari deret Fibonacci yaitu sebagai berikut: 0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13,
21, 34, 55, 89, 144.
Sebuah
golden rectangle adalah persegi panjang yang sisinya memiliki golden
ratio 1: Φ
Golden spiral di bawah ini dibuat dengan membuat
persegi dari dimensi deret Fibonacci. Golden spiral didasarkan pada pola
persegi yang dapat dibangun dengan golden rectangle. Jika kita mengambil
satu titik dan titik kedua adalah seperempat dari jarak titik pertama, titik
kedua lebih panjang Phi kali dari pusat daripada titik pertama ke pusat.
Teori klasik seperti yang sudah dipaparkan di atas secara
tidak langsung ternyata fit dengan beberapa fenomena seperti pada
bangunan arsitektur maupun manusia serta alam ciptaan Tuhan. Lalu bagaimana
dengan hasil karya seni lain? Seperti misalnya pada rancangan tas klasik yang
sejak pertama kali dirancang hingga sekarang masih diproduksi. Apa yang
menyebabkan tas tersebut masih diproduksi? Pastinya karena desainnya yang tidak
lekang oleh jaman. Lantas mengapa desain tersebut tidak lekang oleh jaman
sehingga tas tersebut masih digemari? Hal ini bisa dikarenakan estetikanya.
Salah satu yang mempengaruhi estetika dalam seni adalah proporsi.
Salah
satu tas wanita paling ikonik di dunia adalah tas Chanel dimana pegangan tas
terbuat dari rantai. Tas Chanel 2.55 masih sebagai tas yang populer hingga kini
walaupun diluncurkan sejak awal tahun 1955. Chanel 2.55 rantai tas yang
mewakili lambang gaya dan simbol kemapanan tertinggi.
Pada
gambar di atas ini, ternyata proporsi tas Channel 2.55 sesuai saat saya men-trace
dengan golden spiral. Dimensi tas secara keseluruhan fit dengan
sisi luar golden spiral, yaitu golden rectangle. Bagian “klep”
penutup tas yang berlambang juga fit dengan garis dalam golden spiral
(lihat gambar a). Jarak penutup tas dari bagian bawah juga fit
dengan garis pada golden spiral.
Tas
klasik selanjutnya adalah tas rancangan Louis Vuitton. Pertengahan abad ke-19,
Eropa memasuki “era bepergian” dengan munculnya kereta listrik, mobil dan rute
kapal laut yang menyeberang sampai Amerika. Louis Vuitton kemudian terinspirasi
untuk membuat koper dengan konsep travelling in style, yang dimulai pada
tahun 1867. Selain model koper, tas Louis Vuitton lain yang masih diproduksi
hingga saat ini dengan model yang sama yaitu LV Speedy Bag.
Pada gambar di atas ini, saat gambar koper di-trace dengan
golden spiral, yang benar-benar fit hanya pada bagian sisi luar golden
spiral. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi koper, entah dibuat perancangnya
membuat secara sadar atau tidak, sesuai dengan proporsi pada golden
rectangle. Elemen pada koper yang merupakan bagian detail sebagai penambah
fungsi estetis (lihat gambar c), hampir fit dengan garis di dalam golden
spiral (lihat gambar d).
Pada gambar di atas, proporsi LV
Speedy Bag sesuai saat di-trace dengan golden spiral, walaupun
juga tidak keseluruhan sesuai. Sisi luar golden spiral, yaitu golden
rectangle fit dengan dimensi tas tidak secara keseluruhan yaitu hanya
sampai dengan bagian pada pegangan tas (lihat gambar g). Jarak pegangan
tas hampir fit dengan garis dalan golden spiral (lihat gambar f).
Pada gambar di atas, terlihat bahwa
prinsip golden spiral dan golden rectangle yang berdasar kepada golden
ratio dari deret Fibonacci juga ditemui pada tas-tas bermerk yang muncul
selanjutnya dan juga menjadi trend. Prinsip proporsi tersebut juga tidak
semua benar-benar fit. Beberapa contoh fit secara dimensi keseluruhan
yang berdasarkan golden rectangle. Ada juga yang fit di bagian
peletakan detail, seperti elemen estetis (corak, dll), pegangan tas dan penutup
tas.
Teori klasik seperti golden
ratio, golden rectangle, serta golden spiral ternyata terkandung
dalam beberapa karya seni seperti seni merancang tas. Prinsip proporsi yang
mengacu pada teori-teori tersebut menghasilkan desain tas yang memiliki nilai
estetika tinggi dan tetap long-lasting dan digemari pecinta tas dari
masa tas tersebut pertama dibuat hingga saat ini. Berdasarkan pembuktian saya
pada gambar tracing golden spiral terhadap tas-tas klasik
tersebut seperti Chanel dann LV, secara umum prinsip proporsinya mengikuti
teori tersebut, baik mengenai dimensi tas secara keseluruhan ataupun bagian
peletakan elemen estetis dan fungsional. Bahkan prinsip klasik ini juga diikuti
oleh perancang-perancang tas masa kini. Namun, apakah para desainer pernah
mempelajari teori ini secara sadar, ataukah secara tidak sadar mereka belajar
dari pengalaman dan menerapkan konsep teori ini ke dalam desain?
Sumber:
Filed
under: architecture and other arts — catherineviriya @ 17:09
Tags: golden section, photography, proportion
Tags: golden section, photography, proportion
Benarkah dalam Fotografi peranan
Golden Section sangat berpengaruh? Apakah dalam melakukan teknik pengabilan
gambar harus mengikuti aturan Golden Section baru suatu foto dikatakan
proporsional dan memiliki komposisi yang tepat?
Di bawah ini saya melakukan sedikit
analisis terhadap empat buah foto yang merupakan karya dari dua orang
fotografer ternama di Indonesia yaitu Jerry Aurum dan Nicoline Patricia Malina
dan kaitan foto tersebut terhadap Teori Golden Section.
karya
Jerry Aurum
karya Nicoline
Patricia
Dua buah foto di atas yang merupakan
contoh pertama ini merupakan hasil karya yang mengikuti kaidah Golden Section,
dimana letak objek dititikberatkan pada pusat spiral yang merupakan acuan
Golden Section, dari sini terlihat bahwa memang gambar yang mengikuti kaidah
ini nampak proporsional dan memiliki nilai estetika yang baik
karya
Jerry Aurum
karya Nicoline
Patricia
Kedua foto diatas, masih merupakan
karya dari fotografer yang sama dan bila dilihat juga memiliki komposisi yang
baik dan proporsional, namun ketika saya memasukkan spiral acuan Golden Section
ternyata kedua karya ini tidak mengikuti kaidah tersebut, karena objek yang ada
di dalam foto dititikberatkan di tengah bidang foto, bukan pada pusat spiral
seperti dua foto yang pertama.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa
aturan Golden Section yang berlaku bukanlah sesuatu yang mutlak dan harus
diikuti demi mendapatkan hasil yang baik, namun hanya merupakan “garis bantu”
untuk menentukan komposisi dan proporsi yang tepat dalam sebuah karya
fotografi.
Geometri merupakan ilmu pengukuran
terhadap bumi dan ruangnya. Ketika dipikir-pikir, apakah guna Geometri
dalam Arsitektur itu? Mengapa kita perlu mempelajarinya?
“Architecture
has some of the strongest educational ties to geometric organization because of
the necessity for order and efficiency in construction, and the desire to
create aesthetically pleasing structures” (Kimberly Elam, 2001: 101)
Elam mengungkapkan bahwa arsitektur
mempunyai hubungan erat dengan geometri. Salah satu yang menghubungkan adalah
nilai estetika. Hal ini terbukti dari adanya jasa arsitek rumah, arsitek
bangunan, dsb. Darimanakah nilai estetis itu diukur? Karya arsitektur dibatasi
oleh aturan-aturan geometri yang ada, sehingga bentuk menjadi terikat. Aturan
geometri yang paling populer adalah Golden Section.
“for
without symmetry and proportion, no temple can have a regular plan”
(Vitruvius, 1960)
Vitruvius berkata untuk membuat kuil
diperlukan rasio dan proporsi ukuran yang tepat. Sebenarnya hal ini membuat
keterbatasan dalam hal desain dan ide bentuk kuil. Apakah geometri seperti ini
bukan justru untuk membelenggu kreativitas perancang? Suatu bangunan dikatakan
indah jika rasio dan proporsi ukuran sesuai dengan kaidah yang berlaku. Barulah
estetik. Dengan aturan seperti itu, para arsitek jaman itu memiliki
keterbatasan ide kreatifitas mereka. Yang seharusnya bisa merancang apa,
ternyata hanya bisa apa. Namun, hal tersebut yang menjadi patokan keindahan
mereka. Yang sesuai proporsi dan rasio, itulah yang indah.
Namun, akankah semua bangunan diukur
secara geometri untuk mendapatkan estetika tersebut? Apakah hal itu berlaku sampai
sekarang secara sadar maupun tidak sadar?
Banyak orang yang mengatakan bahwa
kecantikan seseorang itu relatif. Namun manusia selalu ingin mengobjektifkan
sesuatu yang dianggap subjektif. Lalu apakah ada kecantikan yang absolut?
Apakah ada parameter yang akurat mengenai cantik atau tidaknya seseorang?
Banyak sekali wacana yang membahas mengenai kecantikan dan dikaitkan dengan Golden Ratio atau Golden Section
Golden Ratio pada wajah dibentuk oleh deret Fibonacci yaitu 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, .. yang dari deret ini diapatkanlah golden ratio / Φ = 1.618 033 …
Dari Φ inilah dapat dibuat proporsi-proporsi untuk tubuh manusia. Sebenarnya golden ratio pada tubuh dan wajah manusia ini sudah ditemukan oleh Leonardo Da Vinci berabad-abad yang lalu. Namun apakah ini menjadi patokan yang absolut untuk menguji kecantikan manusia??
Maka dari golden ratio itu dibentuklah Golden Ratio Mask untuk menguji kecantikan wajah seseorang. Seperti inilah bentuknya..
Banyak sekali wacana yang membahas mengenai kecantikan dan dikaitkan dengan Golden Ratio atau Golden Section
Golden Ratio pada wajah dibentuk oleh deret Fibonacci yaitu 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, .. yang dari deret ini diapatkanlah golden ratio / Φ = 1.618 033 …
Dari Φ inilah dapat dibuat proporsi-proporsi untuk tubuh manusia. Sebenarnya golden ratio pada tubuh dan wajah manusia ini sudah ditemukan oleh Leonardo Da Vinci berabad-abad yang lalu. Namun apakah ini menjadi patokan yang absolut untuk menguji kecantikan manusia??
Maka dari golden ratio itu dibentuklah Golden Ratio Mask untuk menguji kecantikan wajah seseorang. Seperti inilah bentuknya..
Mask ini sudah banyak dicobakan ke
wajah-wajah manusia di penjuru bumi khususnya di kalangan artis-artis
hollywood. Dan ada beberapa artis yang sangat cocok dengan ‘mask’ ini sehingga
kecantikannya dianggap absolut. Beberapa diantaranya adalah Angelina Jolie,
Jessica Simpson, Tom Cruise, dan lain lain..
Namun ada pula artis-artis hollywood yang tidak cocok dengan ‘mask’ ini seperti Kirsten Dunst, Audrey Hepburn, Olivia Hussey, dan lain-lain, namun tetap saja menurut saya mereka sangat cantik. Lalu apakah golden ratio itu akurat / absolut? Mungkin memang akurat namun tidak untuk mendefinisikan kecantikan. kembali lagi pada teori relativitas dari Bung Einstein..
Saya pun tergoda untuk mencobakan golden ratio masks itu pada beberapa foto orang termasuk foto saya sendiri. Dan beginilah hasilnya…
Namun ada pula artis-artis hollywood yang tidak cocok dengan ‘mask’ ini seperti Kirsten Dunst, Audrey Hepburn, Olivia Hussey, dan lain-lain, namun tetap saja menurut saya mereka sangat cantik. Lalu apakah golden ratio itu akurat / absolut? Mungkin memang akurat namun tidak untuk mendefinisikan kecantikan. kembali lagi pada teori relativitas dari Bung Einstein..
Saya pun tergoda untuk mencobakan golden ratio masks itu pada beberapa foto orang termasuk foto saya sendiri. Dan beginilah hasilnya…
Sekilas
memang terlihat bahwa wajah saya secara keseluruhan cocok dengan golden ratio mask
ini. Namun jika diperhatikan lebih lanjut, ada bagian-bagian yang tidak cocok
seperti pada cuping hidung dan alis mata.
Sumber
:
http://www.intmath.com/numbers/math-of-beauty.php
http://vladayvozkjusys.blogspot.com/2011/03/proportions-of-face.html
Filed
under: architecture and other arts,classical aesthetics — Abdul Hady @ 20:33
Tags: artist, golden section, process
Tags: artist, golden section, process
Dalam perkuliahan Geometry dan
Arsitektur yang membahas tentang Golden Section muncul pertanyaan, apakah
mereka (seniman, arsitek) telah mengetahui tentang Golden Section atau memang
hanya sebuah kebetulan mereka membuat karya dan ditemukan Golden Section dalam
karya mereka?
Atas
pertanyaan ini saya membuat eksperimen dalam tugas essay pertama saya, yaitu
mencari Golden Section dalam karya fotografi saya. Menariknya memang semua hal
berbau “Golden” tersebut ada dalam foto – foto tersebut. Dari hal ini muncul
pertanyaan baru dalam diri saya, apakah semua itu memang sebatas kebetulan,
atau saya berbakat dalam fotografi sehingga bisa membuat foto seperti itu?
Lalu
apakah bakat itu?
Bakat adalah pola pikir, perasaan
atau perilaku alami yang kita miliki.
Merupakan pembawaan sejak lahir. Pengembangan bakat dilakukan dengan pelatihan dalam keseharian.
Merupakan pembawaan sejak lahir. Pengembangan bakat dilakukan dengan pelatihan dalam keseharian.
Dalam teorinya mengenai multiple
inteligences, Howard Gardner mengemukakan ada beragam bakat, yang disebut
sebagai kecerdasan.
•Kecerdasan
Linguistik
Kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif.
• Kecerdasan Logis-Matematis
Keterampilan mengolah angka dan/atau kemahiran menggunakan logika.
• Kecerdasan Spasial
Kecerdasan gambar dan visualisasi.
• Kecerdasan Kinestetik-Jasmani
Kecerdasan tubuh (atlet, penari, dll) termasuk kecerdasan tangan (montir, penjahit, dll).
• Kecerdasan Musikal
kemampuan menyanyikan sebuah lagu, mengingat melodi musik, mempunyai kepekaan akan irama atau sekedar menikmati music.
Kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif.
• Kecerdasan Logis-Matematis
Keterampilan mengolah angka dan/atau kemahiran menggunakan logika.
• Kecerdasan Spasial
Kecerdasan gambar dan visualisasi.
• Kecerdasan Kinestetik-Jasmani
Kecerdasan tubuh (atlet, penari, dll) termasuk kecerdasan tangan (montir, penjahit, dll).
• Kecerdasan Musikal
kemampuan menyanyikan sebuah lagu, mengingat melodi musik, mempunyai kepekaan akan irama atau sekedar menikmati music.
•
Kecerdasan Antarpribadi Kemampuan memahami dan bekerja dengan oranain.
• Kecerdasan Intrapribadi Kemampuan mengetahui kelebihan dan kekurangan diri
• Kecerdasan Naturaliz Kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam di sekitar.
·
Kecerdasan
Moral
·
Kemampuan
untuk memiliki nilai-nilai & norma yang ada di masyarakat dan
menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kehidupan sehari – hari kita
sering menemukan orang – orang yang memiliki kecerdasan – kecerdasan tersebut
bahkan sebelum mereka mempelajarinya.
Contoh pertama, kita pasti pernah
melihat di televisi seorang anak kecil yang pandai bernyanyi dengan suara indah
dan permainan nada yang baik. Padahal orang tuanya berkata bahwa anaknya itu
hanya punya kebiasaan menyanyi tanpa pernah mempelajari not balok sekalipun.
Contoh kedua, kita juga pasti pernah
melihat perlombaan menggambar dan mewarnai tingkat Taman Kanak – Kanak (TK).
Ketika sang juara telah ditetapkan dan gambarnya diperlihatkan, kita juga akan
berpendapat, “wah bagus sekali gambar anak itu, memang sudah bakat”. Mungkin
orang yang sudah mempelajari tentang seni bisa mengatakan, pemilihan warnanya
baik, komposisi gambar baik, pesan gambar juga tersampaikan. Yang jadi
pertanyaan saya, apakah anak TK itu sudah mempelajari cara menggambar yang juga
dipelajari oleh mahasiswa jurusan seni tingkat 1? Saya rasa tidak.
Meski tidak jelas apakah orang –
orang seperti Le Corbusier atau Monet pernah mempelajari Golden Section sebelum
mereka berkaya, tapi saya rasa mereka juga pasti punya bakat tersebut.
Dari kejadian – kejadian seperti
ini, saya berpendapat bahwa bakat dimiliki oleh setiap orang dan untuk menjadi
seorang profesional dalam bidang tertentu pun ada pengaruh dari bakat yang
tentunya memang butuh belajar lebih mendalam untuk meningkatkan bakat tersebut
menjadi keahlian.
sumber:
Kata Golden Section pertama
kali saya temui pada saat saya memasuki tahun kedua berkuliah di Departemen
Arsitektur Universitas Indonesia yaitu pada mata kuliah Pengantar Arsitektur.
Pada saat itu saya dan teman-teman mendapat tugas menganalisis proporsi bagian
tubuh dan tumbuhan. Dua tahun berlalu, saya temui lagi istilah ini pada mata
kuliah Geometri dan Arsitektur. Cukup linglung rasanya ketika istilah ini
muncul dalam mata kuliah ini. Apalagi ketika kami, para peserta mata kuliah ini
dimohon untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari mengenai Golden
Section. Suasana kelas hening. Tak ada yang dapat menjelaskan. Usut punya usut,
rupanya memang kami tidak tahu benar apa itu Golden Section.
Saya cukup tercengang bahwa ternyata
Golden Section itu muncul dalam berbagai objek seperti arsitektur, objek alam,
musik, lukisan. Entah kebetulan atau apa. Awalnya saya merasa ini semua rada
maksa. Pikiran saya sempat melayang ke film yang diperankan Jim Carrey yang
berjudul The Number 23. Dalam film tersebut, tokoh yang dimainkan Jim
Carrey selalu terobsesi dengan angka 23. Semua hal dihubungkan dengan angka 23.
Itulah kesan awal saya mendapatkan fakta tentang Golden Section. Masa iya
sih semua objek di alam ini mengandung Golden Section? Masih terlalu aneh
saja bagi saya kalau semua objek di alam ini dijelaskan dengan angka yang (bagi
saya) irrasional.
Perumusan Golden Section berdasarkan
deret Fibonacci yang pernah kita pelajari ketika masih duduk di bangku Sekolah
Dasar.
Deret
Fibonacci
1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89,….
Dalam deret Fibonacci, penjumlahan
dua bilangan berurutan akan menghasilkan bilangan berikutnya.
1+2=3
2+3=5
3 + 5 = 8, begitu seterusnya.
1+2=3
2+3=5
3 + 5 = 8, begitu seterusnya.
Perbandingan antara bilangan setelah
dengan bilangan sebelum itulah yang menghasilkan phi(Φ) atau Golden Section.
1/1=1
2/1=2
3/2=1.5
5/3=1.666…
8/5=1.6
13/8=1.625
21/13=1.61538…
34/21=1.61905…
55/34=1.61764…
89/55 = 1.61861…
1/1=1
2/1=2
3/2=1.5
5/3=1.666…
8/5=1.6
13/8=1.625
21/13=1.61538…
34/21=1.61905…
55/34=1.61764…
89/55 = 1.61861…
Bila
diteruskan akan menghasilkan bilangan yang menarik yaitu
Φ = 1.618 033 988 7…
Inilah
Golden Section!
Dalam mata kuliah ini, kami sempat
menyaksikan video mengenai fakta-fakta terdapatnya Golden Section. Ternyata
banyak sekali hal yang selalu kembali lagi ke Golden Section. Saya pun
melakukan browsing mengenai ini dan kemudian saya menemukan sebuah video
menarik dari http://www.youtube.com/watch?v=PjrK96wasDk.
Dalam video tersebut dijelaskan semua
benda di alam ini mengandung phi (Φ). Wajah, kerangka, telapak tangan bahkan
hingga sidik jari kita pun mengandung phi (Φ). Golden Section bukanlah
suatu kebetulan rupanya. Golden Section ada di setiap bagian hidup kita. Phi
(Φ) merupakan sidik jari Tuhan. Bilangan yang irrasional memang. Sulit
dijelaskan bukan bahwa ini hanyalah suatu kebetulan? Terlalu banyak fakta yang
mengungkapkan hal itu. Piramid di Mesir, Lukisan Monalisa, Kuil Parthenon di
Yunani dan masih banyak lainnya. Semua itu tidak mungkin jika bukan karena
kuasa Tuhan. Mengutip judul dari video yang saya dapatkan Phi – The
Fingerprint of God – 1,618 … Golden Ratio, Fibonacci Numbers, saya sangat
setuju bahwa phi (Φ) adalah sidik jari Tuhan. Tuhan meninggalkan angka 1,618
pada setiap bagian hidup kita. Golden Section adalah sidik jari Tuhan.
sumber:
Dalam geometri membahas dengan
berbagai macam hal salah satu geometri memang erat kaitannya dengan golden
section. Namun tidak hanya membahas apakah geometri itu namun apakah golden
section dengan bilangan Fibonacci saling terkait?? Pertama-tama perkenalan akan
golden section, apakah golden section? Golden section merupakan salah satu
hitungan yang banyak dipakai dalam barbagai hal (pembuatan piramid, struktur
wajah manusia, tubuh manusia, struktur keong, alam dll) dengan perhitungan:
Φ
= ( 1 + √5)/2
Φ
= 1.618…
Namun apakah bilangan Fibonacci??
Bilangan Fibonacci banyak digunakan sebagai pengaturan lantai dengan kotak
berukuran (segi arsitektur) denga latar belakang perhitungan:
0,
1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89, 144, 233, 377, 610, 987, 1597, 2584,
4181, 6765, 10946…
Barisan bilangan Fibonacci dapat
dinyatakan sebagai berikut: Fn = (x1^n – x2^n)/ sqrt(5) dengan
·
Fn
adalah bilangan Fibonacci ke-n
·
x1
dan x2 adalah penyelesaian persamaan x^2-x-1=0
Perbandingan antara Fn+1 dengan Fn
hampir selalu sama untuk sebarang nilai n dan mulai nilai n tertentu,
perbandingan ini nilainya tetap. Perbandingan itu disebut Golden Ratio yang nilainya mendekati 1,618.
Maka dengan hasil yang hampir sama
dengan angka yang mendekati 1,618 maka golden ratio dengan bilangan Fibonacci
memiliki benang merah tersendiri yaitu kesamaan hasil dan hitingan walaupun
memiliki kegunaan yang berbeda dalam terapannya.
Filed
under: classical aesthetics,nature and architecture — tezzanurghina @ 08:13
Tags: golden section, nature, proportion
Tags: golden section, nature, proportion
Hampir sepuluh tahun yang lalu, saya
menonton sebuah film kartun yang berjudul “Donald in Mathmagic Land”. Maklum,
karena sepuluh tahun lalu saya masih duduk di bangku SD, saya kurang memahami
isi dari film kartun ini karena menggunakan Bahasa Inggris dan tidak ada subtitle-nya.
Apalagi saya tidak tertarik untuk menontonnya karena film kartun ini membahas
matematika. Tetapi dari sinilah awal saya mengenal geometri dalam arsitektur,
walaupun masih dalam pengertian sederhana.
Di dalam film ini diceritakan bahwa
bentuk-bentuk alam memiliki geometri yang ‘ajaib’. Bintang adalah salah satu
bentuk (wujud) yang sangat banyak ditemukan pada alam, misalnya pada bunga, dan
beberapa jenis organisme air. Bintang merupakan bentuk geometri yang ‘ajaib’
karena garis-garis penyusun bentuk bintang dapat menghasilkan golden proportion.
Dari golden proportion, dapat
terbentuk golden rectangles, yang bila disusun terus menerus seperti pada
ilustrasi berikut akan menghasilkan pola bentuk spiral, seperti pola spiral
pada keong.
Kemudian, golden rectangles ini
banyak diaplikasikan sebagai suatu kaidah perancangan pada arsitektur klasik.
Contohnya pada bangunan Parthenon berikut, yang menggunakan kaidah golden
rectangles (atau golden proportions) mulai dari lingkup bangunan secara
keseluruhan sampai pada detail terkecilnya. Tidak hanya digunakan pada
arsitektur, kaidah tersebut juga banyak diaplikasikan pada karya seni klasik,
seperti patung atau lukisan.
Manusia banyak terinspirasi dari
alam. Manusia cenderung hidup dengan belajar dari alam sekitarnya, mensarikan yang
ia pelajari, kemudian mengaplikasikan hasil pembelajarannya tersebut terhadap
apa yang ia ciptakan.
.. For Aristotle, imitation (mimesis in Greek) is the natural human ability to envision things as they ought to be, as a modified version of the way they are.. (Crowe:1999)
.. For Aristotle, imitation (mimesis in Greek) is the natural human ability to envision things as they ought to be, as a modified version of the way they are.. (Crowe:1999)
.. Vitruvius therefore is saying that mimesis is natural to
man, that it involves learning from things as they are found to be and then
building upon that knowledge to make things “as they ought to be”.. (Crowe:1999)
Saya melihat ada suatu kesinambungan
antara bentuk-bentuk alam, proporsi, dan arsitektur. Menurut saya, pada zaman
arsitektur klasik, manusia mempelajari geometri dari bentuk-bentuk alam dan
mensarikan pola-pola yang berhasil terungkap. Seperti bentuk bintang tadi yang
banyak ditemukan di alam, ternyata menghasilkan golden proportion. Atau
tubuh kita sendiri yang ternyata juga mengandung kaidah golden proportion.
Dan kaidah tersebut diterapkan pada karya-karya manusia, termasuk arsitektur.
Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah,
bila saat itu manusia memang mempelajari bentuk-bentuk alam, mengapa “rumusan”
yang dihasilkan berupa kaidah proporsi yang cenderung terkotak-kotak (ber-grid-grid),
dan penuh dengan perhitungan matematis (seperti pada golden proportion atau
teori Fibonacci)?
Eugene Tsui, seorang pengarang buku
Evolutionary Architecture (Nature as a Basis for Design), mengatakan …the
designation of space is determined by purely responsive and compositional
elements, not as a grid-plane layout… (Tsui:1999)
Ruang merupakan sesuatu yang
memiliki variasi bentuk dan pola, dinamis, dapat menekuk, melengkung, dan
berliku-liku. Tidak ada order. Bila alam adalah basis untuk merancang,
mengapa harus membuatnya terkotak-kotak?
Nature does
not come forth with a predetermined shape (like the box) and then try to
negotiate forces acting on that shape. In nature, the shape is determined by
the forces act on it. (Tsui:1999)
Kembali lagi kepada film kartun
“Donald in Mathmagic Land” dan perhatikan ilustrasi berikut. Siluet seorang gadis
menggambarkan proporsi yang “ideal”, dan Donald digambarkan tidak memiliki
postur yang proporsional. Jika siluet gadis saya analogikan sebagai arsitektur
klasik yang menerapkan kaidah-kaidah proporsi golden rectangles, dan Donald
Duck adalah arsitektur yang tidak memenuhi prinsip golden rectangles. Donald
Duck tidak akan ada bila ia tidak menyimpang dari kaidah proporsi golden
rectangles. Begitupula dengan arsitektur kontemporer, arsitektur kontemporer
tidak ada bila tidak menyimpang dari kaidah proporsi arsitektur klasik.
Arsitektur tidak harus memenuhi kaidah proporsi golden rectangles, bukan?
Sumber:
1.VCD Donald in Mathmagic Land by Walt Disney Pictures
2.Evolutionary Architecture by Eugene Tsui
3. Nature and the Idea of a Man-Made World by Norman Crowe.
1.VCD Donald in Mathmagic Land by Walt Disney Pictures
2.Evolutionary Architecture by Eugene Tsui
3. Nature and the Idea of a Man-Made World by Norman Crowe.
PENGARUH FIBONANCI DALAM MUSIK KEYBOARD
Angka Fibonacci adalah rangkaian
angka yang diperoleh secara berurutan. Misal 0,1,1,2,3,5,8,13,21,34,55,89,144,
dan seterusnya. Cara menyusunnya, dimulai dari 0 + 1 = 1, 1 +1 = 2, 2 + 3= 5, 5
+ 3 = 8, dan seterusnya. Kalau Anda kerap mengikuti psikotes, nah, biasanya,
metode ini kerap dimunculkan.
Dalam musik, Fibonacci sangat mudah
dikenali oleh pianis. Perhatikan angka Fibonacci ini : 1,2,3,5,8,13. Kalau
diterjemahkan dalam bahasa musik, angka 13 adalah representasi dari jumlah nada
dalam satu skala. Angka 8 menjelaskan jumlah nada dalam satu oktaf. Angka 8
mewakili jumlah nada dalam tangga nada diatonis, sementara angka 5,adalah
jumlah nada dalam tangga nada pentatonis. Angka 1 (semi tone) dan 2 (whole tone)
adalah nada-nada yang dibutuhkan untuk memainkan tangga nada diatonis.
Metode Fibonacci ini, bisa juga
diaplikasikan sebagai perpindahan kunci. Patokannya : 1 - 2 -
3 - 5 - 8 = C - C# - D - E - G. Ini bisa Anda temukan dalam
"Music for Strings Percussion and Celeste" karya Bella Bartok, yang
menggunakan interval 1 : 2 : 3 : 5 : 8 : 5 : 3 : 2 : 1.
Harun
Yahya mengatakan, angka Fibonacci memiliki satu sifat menarik. Jika Anda
membagi satu angka dalam deret tersebut dengan angka sebelumnya, akan Anda
dapatkan sebuah angka hasil pembagian yang besarnya sangat mendekati satu sama
lain. Nyatanya, angka ini bernilai tetap setelah angka ke-13 dalam deret
tersebut. Angka ini dikenal sebagai "golden ratio" atau "rasio
emas", atau kerap dilambangkan dengan Phi (=1,618...)
Rasio emas, yang kalau diterjemahkan
secara bebas berarti, jumlah rasio kuantitas terbesar = jumlah rasio kuantitas
terkecil. Bingung? Sama! Tapi ketika diaplikasikan ke musik, segalanya menjadi
terang dan tebal.
Kalau Anda memainkan tangga nada C#
(rasio terbesar), maka Anda akan menemukan, notasinya kembar identik dengan
tangga nada Db (rasio terkecil). Lambang # (kres) yang diartikan, naik setengah
nada, masuk dalam wilayah rasio jumlah kuantitas terbesar. Sementara lambang b
(mol), yang turun setengah nada, direpresentasikan sebagai rasio jumlah
kuantitas terkecil. Pun halnya dengan Dis = Es, Fis = Ges, Gis = As, Ais = Bes.
Inilah yang disebut sebagai rasio emas dalam musik.
Sementara Mario Livio, dalam
"The Golden Ratio : The Story of Phi, The World's Most Astonishing
Number", mengatakan, rasio emas tidak hanya laku keras di dunia matematika,
tapi juga dikonsumsi oleh biologis, sejarawan, arsitek, psikolog, musisi,
termasuk penggiat ilmu nujum. Singkatnya, rasio emas, menginspirasi semua
disiplin ilmu. Anda yang kebetulan terdaftar sebagai musisi klasik, pasti tidak
asing dengan karya Bella Bartok yang disebut di awal-awal paragraf. Dalam
komposisinya, Anda akan menemukan adanya perpindahan kunci mengikuti pola
Fibonacci. Wajar saja, sebab Bartok sudah melakukan analisa angka-angka
Fibonacci ini, dan dipraktekkan dalam karyanya. Termasuk juga Chopin, yang
mengenalkan nada-nada mahal "Nocturne", juga mendasarkan karyanya
pada angka Fibonacci.
Musisi metal pun ternyata melakukan
hal yang sama. Tool, grup band yang kerap diasosiakan sebagai band yang kental
dengan nada 'nylekit' dan tempo yang nggantung ini, sudah melakukannya di
"Lateralus". Termasuk juga "In Rainbows" milik Radiohead.
Singkatnya,
masih ada banyak kemungkinan yang bisa Anda gali dari soal hitung menghitung
ini. Siapa tahu, usai membaca artikel ini, Anda yang menobatkan diri sebagai
'ksatria gitar berhitung', tidak ada salahnya mengutak-atik rumus volume kubus,
atau malah mencatatkan diri sebagai salah satu musisi 'Fibonacci'. Seperti yang
diungkapkan Tom Yhorke “If you're really, really, really, really stuck for
something to do, you could always read up about that theory [golden ratio].
[1]
http://geometryarchitecture.wordpress.com/tag/golden-section/.
Diunduh pada
hari Selasa 01 Mei 2012. Pada pukul 11:30 W.I.B